Peran Strategis Generasi Z dalam Meningkatkan Elektabilitas Politik di Provinsi Gorontalo
Oleh : Rifal Hasan, M.A.
Dalam kontestasi politik elektoral, elektabilitas menjadi indikator utama untuk mengukur tingkat keterpilihan seorang kandidat di mata pemilih. Peningkatan elektabilitas bukan hanya ditentukan oleh popularitas atau pengalaman politik semata, tetapi juga oleh kemampuan kandidat dalam memahami, merespons, dan membangun koneksi emosional serta rasional dengan basis pemilih yang paling dominan. Dalam konteks Provinsi Gorontalo, Generasi Z diproyeksikan menjadi kelompok pemilih strategis dalam lima tahun ke depan, dan oleh karena itu memegang peran penting dalam menentukan arah dan hasil politik lokal.
Berdasarkan data Daftar Pemilih Sementara (DPS) dari KPU Provinsi Gorontalo, Pilkada 2024 melibatkan 885.755 pemilih, di mana generasi milenial mencakup sekitar 33% dan Gen Z mencapai 28% dari total pemilih. Dengan prediksi bahwa kelompok usia kelahiran 2008 ke atas akan masuk dalam daftar pemilih pada lima tahun mendatang, maka dominasi Gen Z sebagai pemilih potensial tidak bisa diabaikan. Ini menjadi titik masuk penting untuk membaca arah elektabilitas politik ke depan: siapa pun yang mampu memahami dan menyentuh kebutuhan serta aspirasi Gen Z akan memiliki peluang lebih besar untuk meraih suara terbanyak.
Menurut Prensky (2001) dan Twenge (2007), Gen Z merupakan digital native yang sangat aktif di ruang digital, cepat dalam menyerap informasi, serta kritis terhadap narasi politik yang disampaikan melalui media. Mereka tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi aktif menilai, membandingkan, dan memverifikasi informasi sebelum menentukan pilihan. Oleh karena itu, elektabilitas politik di era dominasi Gen Z akan sangat dipengaruhi oleh faktor autentisitas komunikasi, konsistensi tindakan, dan nilai-nilai moral yang diperjuangkan oleh kandidat.
Lebih dari itu, Gen Z dikenal memiliki perhatian tinggi terhadap isu-isu sosial seperti keadilan lingkungan, hak asasi manusia, pemberdayaan masyarakat, serta anti-diskriminasi. Kandidat yang gagal menunjukkan kepekaan terhadap isu-isu ini berpotensi kehilangan simpati pemilih Gen Z, dan secara langsung dapat mengalami penurunan elektabilitas.
Sebaliknya, kandidat yang mampu memosisikan diri sebagai bagian dari solusi atas persoalan-persoalan tersebut, dengan pendekatan yang transparan dan partisipatif, akan memperoleh kepercayaan publik dan meningkatkan daya tarik elektoralnya.
Strategi Peningkatan Elektabilitas Politik melalui Generasi Z
Untuk meningkatkan elektabilitas politik secara efektif, para kandidat kepala daerah dan legislatif di Gorontalo perlu merancang strategi komunikasi dan kampanye politik yang selaras dengan karakteristik Gen Z, antara lain:
1. Transformasi Media Sosial sebagai Alat Peningkatan Elektabilitas
Platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube harus dimanfaatkan sebagai kanal utama dalam membangun citra politik yang positif, dengan menyampaikan narasi yang relevan, inspiratif, dan mudah dicerna oleh pemilih muda. Konten yang memperlihatkan kepedulian terhadap isu-isu nyata akan memperkuat persepsi publik terhadap kompetensi dan empati kandidat.
2. Partisipasi Aktif Gen Z dalam Dialog Politik
Meningkatkan elektabilitas bukan hanya tentang menyampaikan pesan, tetapi juga mendengarkan. Melibatkan Gen Z dalam forum diskusi, dialog publik, atau kegiatan komunitas bukan hanya meningkatkan interaksi, tetapi juga membangun basis loyalitas pemilih yang kuat dan berkelanjutan.
3. Framing Politik yang Autentik dan Konsisten
Elektabilitas Gen Z sangat dipengaruhi oleh persepsi terhadap integritas kandidat. Framing politik yang manipulatif atau pencitraan berlebihan dapat berdampak negatif. Sebaliknya, komunikasi yang jujur dan berbasis bukti nyata akan membentuk kepercayaan publik yang menjadi fondasi utama elektabilitas.
4. Penerimaan terhadap Nilai Keberagaman dan Inklusivitas
Kandidat yang terbuka terhadap keberagaman agama, budaya, gender, dan orientasi seksual akan lebih mudah diterima oleh Gen Z, yang sangat menghargai nilai-nilai keadilan sosial. Sikap eksklusif atau intoleran justru dapat menurunkan citra dan elektabilitas secara drastis di kalangan pemilih muda.
Dengan melihat perkembangan demografi dan karakteristik pemilih di Gorontalo, khususnya Generasi Z, maka jelas bahwa elektabilitas politik di masa depan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan konvensional.
Kandidat kepala daerah dan legislatif harus adaptif terhadap perubahan perilaku politik pemilih muda. Kemampuan membangun relasi emosional, intelektual, dan sosial dengan Gen Z akan menjadi kunci utama dalam meningkatkan elektabilitas secara berkelanjutan.
Dengan strategi yang tepat, pendekatan yang inklusif, dan komunikasi yang otentik, kandidat di masa depan bukan hanya berpotensi memenangkan suara, tetapi juga membangun kepercayaan dan legitimasi yang kokoh di mata generasi penerus bangsa.