Di Balik Skandal 10 Pohon Misterius – Warga Desa Dibungkam, Pemerintah Desa Diduga Bermain Api
Oleh : Mohamad Reinaldi Abdjul (Pemuda Peduli Pohuwato)
Di balik proyek pembangunan irigasi yang katanya “demi kemajuan”, terselip kisah yang jauh dari keadilan—tentang warga desa yang lahannya terdampak, dan tentang sepuluh pohon kelapa yang entah dari mana asalnya, namun menghasilkan uang yang menghilang tanpa jejak.
Warga desa Imbodu, Kecamatan Randangan, memiliki lahan dan pohon kelapa yang mereka rawat puluhan tahun. Ketika proyek masuk dan merambat ke lahan mereka, disepakati bahwa satu pohon kelapa akan dihargai Rp750.000. Warga menerima dengan legowo, sebab demi pembangunan. Tapi kelegawaan mereka dibalas dengan kecurangan. Bahkan, mungkin: pengkhianatan.
Fakta berbicara. Hasil identifikasi lapangan mencatat dengan jelas: hanya ada 27 pohon kelapa. Tapi apa yang terjadi?
Proyek justru menebang 32 pohon. Ada 5 pohon yang tidak tercatat dalam data, dan tidak pernah dibayarkan ke masyarakat.
Tapi itu belum selesai. Dalam laporan resmi yang disetor oleh pemerintah desa ke pihak proyek, angka yang dilaporkan justru 37 pohon.
37 pohon dilaporkan 32 ditebang 27 tercatat di survei.
Ada selisih 10 pohon yang tidak jelas keberadaannya, tidak jelas kepada siapa dibayarkan, dan tidak jelas siapa yang memasukkan namanya.
Sepuluh pohon itu bukan soal kelapa itu soal Rp7.500.000 uang rakyat yang mungkin diserap oleh pihak-pihak tertentu tanpa hak. Dan semua ini hanya dari satu warga yang berani bicara. Bagaimana dengan yang lain? Berapa banyak warga yang juga terdampak, namun diam? Karena tidak tahu-menahu, atau mungkin… DIBUNGKAM?
Bahkan, fakta lain yang lebih mengkhawatirkan: beberapa warga disuruh menandatangani kwitansi kosong. Tanpa nominal. Tanpa keterangan. Tanpa tahu berapa yang harusnya mereka terima.
Kenapa masyarakat dipaksa tanda tangan kosong? Siapa yang mengatur ini? Untuk siapa uangnya?
Bukan hanya keliru. Ini dugaan manipulasi terstruktur. Dan bukan tidak mungkin—ini permainan kotor oknum pemerintah desa.
Alih-alih melindungi, mereka menjadikan warganya tameng. Ketika pihak proyek mempertanyakan kejanggalan ini, yang dituding adalah warga. Padahal, warga hanya menerima apa yang diberikan, dan tidak pernah tahu bahwa nama mereka digunakan sebagai kendaraan manipulasi.
Apakah ini bentuk pengkhianatan paling keji dari seorang pemimpin desa kepada rakyatnya sendiri?
Uang yang seharusnya menjadi pengganti kerugian rakyat, justru mengalir ke tempat-tempat yang tak bertuan. Laporan yang seharusnya transparan, kini justru penuh kabut kepentingan.
Warga diam bukan karena tak mengerti, tapi karena takut. Takut menghadapi aparatnya sendiri. Tapi hari ini, suara mereka mulai bangkit.
Kami mendesak, bahkan menuntut, agar pemerintah kecamatan dan daerah segera turun tangan.
Audit seluruh laporan ganti rugi yang keluar dari Desa Imbodu. Panggil pihak-pihak yang bertanggung jawab. Hentikan pencairan sebelum semua data diverifikasi ulang. Dan jika benar terbukti ada manipulasi, proses hukum semua yang terlibat.
Ini bukan tentang proyek. Ini tentang harga diri rakyat desa.
Warga desa tidak bodoh. Mereka hanya terlalu lama dibungkam. Tapi kini, mereka sudah bersuara.
Sepuluh pohon kelapa itu adalah simbol.
Simbol dari uang yang dicuri.
Simbol dari kepercayaan yang dikhianati.
Simbol dari rakyat yang siap menuntut keadilan.