FOKUSMETRO.COM – Demokrasi di lingkungan mahasiswa seharusnya menjadi ruang pembelajaran kepemimpinan, integritas, dan keberanian menyuarakan kebenaran. Namun, dinamika yang terjadi di tubuh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo justru memperlihatkan realitas sebaliknya—carut-marut tata kelola organisasi dan pola-pola kewenangan yang sekilas mirip dengan kekacauan internal organisasi di level Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ).
Sejumlah mahasiswa menilai bahwa BEM Provinsi Gorontalo saat ini gagal menjadi representasi aspirasi publik kampus. Proses pengambilan keputusan dinilai tertutup, tidak transparan, bahkan cenderung dikuasai oleh segelintir pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Kondisi ini memicu keresahan, sebab organisasi yang seharusnya menjadi wadah intelektual justru terjebak pada kepentingan kelompok.
Lebih jauh, carut-marut ini dapat terlihat dari beberapa keputusan strategis yang dinilai tidak melalui mekanisme musyawarah yang benar. Terdapat pula dugaan bahwa beberapa keputusan lahir tanpa melalui forum resmi, sehingga mencerminkan pola kerja yang tidak berbeda dengan organisasi tingkat jurusan yang sering kali terjebak drama internal dan ego kepemimpinan.
Kekecewaan mahasiswa semakin menguat saat melihat BEM Provinsi Gorontalo tidak mampu menunjukkan keteladanan dalam mengelola perbedaan. Alih-alih membangun ruang dialog, konflik justru semakin melebar karena tidak adanya mekanisme penyelesaian masalah yang objektif dan akuntabel. Hal ini memperburuk citra BEM sebagai lembaga representatif mahasiswa di tingkat provinsi.
Pengamat gerakan mahasiswa di Gorontalo menilai, situasi ini menjadi alarm keras bahwa BEM Provinsi harus segera melakukan pembenahan internal. Tanpa reformasi tata kelola, perbaikan mekanisme demokrasi, dan keterbukaan terhadap kritik, BEM hanya akan menjadi organisasi tanpa arah dan kehilangan kepercayaan publik mahasiswa.
Pada akhirnya, demokrasi mahasiswa harus kembali ke ruhnya: ruang untuk belajar, tumbuh, dan memperjuangkan kepentingan bersama. BEM Provinsi Gorontalo perlu bangkit dan menegaskan kembali jati dirinya sebagai motor perubahan, bukan sekadar pengulangan kekacauan organisasi yang “sekilas mirip HMJ” dalam versi yang lebih besar.
