Tudingan Tak Berdasar, Wahyu Pilobu Dinilai Lakukan Pencitraan Murahan atas Isu Alat Berat PETI

FOKUSMETRO.COM – Tudingan yang dilayangkan oleh Wahyu Pilobu terhadap mantan Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) soal keterlibatan dalam aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Pohuwato, mendapat sorotan tajam dari kalangan aktivis mahasiswa. Pilobu sebelumnya mendesak Polda Gorontalo untuk segera menindak tiga alat berat yang diduga milik eks Presma UNG, tanpa mengantongi bukti otentik atas kepemilikan maupun keterlibatan langsung.

Aktivis mahasiswa UNG, Nahrul Hayat, menilai bahwa pernyataan Wahyu Pilobu lebih mencerminkan kepanikan politik dan pencitraan murahan dibandingkan itikad untuk mendorong penegakan hukum yang objektif.

“Wahyu Pilobu tampak lebih sibuk membangun opini daripada menggalang bukti. Menyuarakan agar Polda ‘bertindak sekarang juga’ tanpa menyertakan dokumen kepemilikan atau mayoritas saksi adalah bentuk pencitraan murahan yang tidak membantu sistem hukum bekerja objektif,” tegas Nahrul, Jumat (20/06).

Menurutnya, narasi yang dibangun Wahyu Pilobu cenderung bersifat emosional, dangkal, dan terkesan memanfaatkan isu PETI untuk mendongkrak nama pribadi.

“Kami mengajak Wahyu untuk tunjukkan sertifikat kepemilikan, bukti transaksi, atau minimal data penggunaan alat berat—daripada sibuk membuat heboh di media sosial. Aktivisme bukan soal viral, tapi soal fakta, dugaan, dan akuntabilitas,” lanjutnya.

Nahrul juga mempertanyakan motif di balik seruan Wahyu yang terkesan tidak disertai langkah koordinatif dengan aparat penegak hukum. Ia menilai tindakan tersebut justru memperkeruh opini publik dan berpotensi mencemarkan nama baik pihak-pihak yang belum tentu terlibat.

“Jika memang Wahyu benar-benar ingin menegakkan keadilan, seharusnya ia menempuh jalur resmi, bukan membangun narasi sepihak di media. Ini bukan aktivisme, ini agitasi,” kata Nahrul.

Polemik tanpa Bukti Pernyataan Wahyu Pilobu yang tidak disertai dengan bukti konkret dinilai sebagai langkah gegabah dan tidak mencerminkan etika seorang aktivis. Narasi penuh asumsi tanpa dasar hukum yang kuat hanya akan menambah kebingungan di tengah masyarakat, dan berpotensi melemahkan proses hukum yang sedang berjalan.

Aktivis mahasiswa Nahrul Hayat mendesak semua pihak untuk menahan diri dalam membentuk opini publik, serta menyerahkan proses hukum kepada institusi yang berwenang, berdasarkan data dan prosedur hukum yang sah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *