FOKUSMETRO.COM – PT Penta Dharma Karsa dinilai telah melakukan pelanggaran serius terhadap prinsip hukum dan keadilan sosial. Tanpa kepastian hukum atas tapal batas wilayah antara Kecamatan Luwuk Timur dan Kecamatan Pagimana, perusahaan tetap memaksakan aktivitas pertambangan yang berdampak langsung pada warga, tanpa kejelasan legalitas lokasi operasi.
Situasi ini bukan sekadar maladministrasi, melainkan indikasi pengabaian terang-terangan terhadap hak-hak masyarakat dan supremasi hukum. Ketika batas wilayah belum ditetapkan secara sah oleh pemerintah, segala bentuk eksploitasi atas tanah menjadi cacat hukum, bahkan bisa dikategorikan sebagai perampasan ruang hidup rakyat.
Lebih jauh, penguasaan lahan dan perusakan tanaman produktif milik warga telah berlangsung tanpa ganti rugi yang layak. Ini menjadi potret nyata bagaimana korporasi rakus melanggengkan operasinya dengan mengorbankan kepentingan rakyat kecil. Warga menuntut ganti rugi segera, penuh, dan adil atas kerugian yang mereka alami, sesuai dengan ketentuan hukum pertanahan dan lingkungan hidup.
“Kami tidak akan diam. Jika PT Penta Dharma Karsa tetap melanjutkan operasinya tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa menyelesaikan konflik dengan warga, maka saya pastikan akan ada aksi perlawanan besar-besaran. Ini bukan ancaman kosong — ini bentuk pembelaan terhadap tanah kami yang dirampas secara sistematis,” tegas salah satu tokoh masyarakat dalam pernyataannya.
Kritik tajam juga dilayangkan kepada pemerintah daerah dan instansi terkait yang terkesan membiarkan praktik ilegal ini berlangsung. Ketidaktegasan pemerintah membuka ruang lebar bagi perusahaan untuk melanggar hukum dan menginjak-injak hak konstitusional warga.
Perjuangan ini bukan hanya soal tanah, melainkan tentang melawan ketimpangan kekuasaan antara korporasi dan rakyat. Jika negara gagal melindungi rakyatnya, maka rakyat sendiri akan bangkit untuk mempertahankan haknya.