Demokrasi Kampus Dilecehkan, Legitimasi Pemilihan Runtuh

FOKUSMETRO.COM – Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) tahun 2025 kini berada di bawah sorotan tajam publik kampus, menyusul terkuaknya dugaan pelanggaran berat yang mencoreng integritas demokrasi mahasiswa.

Bukti berupa tangkapan layar beredar luas, memperlihatkan instruksi langsung dari salah satu pimpinan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang memerintahkan mahasiswa untuk memilih pasangan calon tertentu dari fakultas tersebut. Tak hanya itu, instruksi tersebut juga disertai ancaman tegas: mahasiswa yang tidak patuh akan menghadapi konsekuensi akademik berupa penolakan pelayanan di jurusan atau program studi.

Tindakan ini tidak hanya mencederai etika demokrasi, namun secara terang-terangan melanggar Pasal 20 Peraturan Komisi Pemilihan Langsung (KPL) BEM UNG, yang menyatakan bahwa segala bentuk intimidasi terhadap pemilih merupakan pelanggaran serius.

Regulasi yang sama mengatur sanksi tegas terhadap pelaku, termasuk pencabutan hak pilih dan hak dipilih, permintaan maaf secara tertulis, skorsing dari aktivitas kampus oleh pihak universitas, bahkan pelaporan ke Polda Gorontalo jika unsur pidana atau kejahatan siber terpenuhi.

Fakta bahwa intimidasi ini secara langsung diarahkan untuk memenangkan pasangan calon tertentu menjadikan hasil Pilbem 2025 cacat secara hukum, tidak sah secara demokratis, dan tidak dapat dipertahankan secara etis. Campur tangan otoritas fakultas dalam proses elektoral menciptakan distorsi fatal dalam kontestasi, merugikan calon lain, dan menghilangkan prinsip keadilan dalam pemilihan.

“Ketika terjadi intimidasi terstruktur yang memihak satu calon, maka seluruh proses pemilihan kehilangan legitimasi sejak awal,” tegas Yeheskiel Van Bahowu, mahasiswa aktif UNG yang mengikuti proses Pilbem secara kritis.

Menanggapi kondisi ini, Komisi Pemilihan Langsung (KPL) bergerak cepat dengan menyiapkan langkah hukum dan organisatoris, termasuk upaya pembatalan hasil Pilbem 2025 secara keseluruhan, serta mendorong pihak Universitas untuk mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi terhadap oknum yang terbukti terlibat.

Demokrasi kampus bukan sekadar formalitas. Ia harus dijaga dari intervensi kekuasaan, dan dalam kasus ini, telah terjadi pelanggaran prinsipil yang menuntut penindakan tegas, bukan kompromi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *