FOKUSMETRO.COM – Aliansi Mahasiswa Papua di Gorontalo bersama Front Demokrasi, yang beranggotakan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Papua Timur Indonesia (AMPTPI), Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Indonesia Papua (IMPIP), serta Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Perlimaan, Kota Gorontalo, Selasa (30/09/2025).
Aksi ini digelar untuk menolak keberadaan Roma Agreement, perjanjian yang dinilai cacat hukum serta tidak sah karena tidak melibatkan rakyat Papua.
Koordinator Lapangan, Mikhael Tabuni, dalam orasinya menegaskan bahwa Roma Agreement ditandatangani pada 30 September 1962 antara Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat, tanpa menghadirkan satu pun perwakilan masyarakat Papua.
“Keputusan yang menyangkut masa depan orang Papua diambil tanpa melibatkan mereka sama sekali. Inilah bentuk ketidakadilan yang sejak lama kami suarakan,” ujarnya.
Tabuni menilai perjanjian tersebut sarat kontroversi. Dari 29 pasal yang ada, Pasal 14–21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri yang seharusnya dilaksanakan dengan prinsip One Man One Vote, bukan dengan musyawarah yang sarat intimidasi. Sementara Pasal 12–13 berisi mekanisme penyerahan administrasi dari UNTEA kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.
“Proses PEPERA jauh dari demokratis. Rakyat Papua kala itu menghadapi teror, intimidasi, hingga kekerasan. Ironisnya, pelanggaran HAM semacam ini masih terus terjadi sampai hari ini,” lanjutnya.
Selain menyoroti Roma Agreement, massa aksi juga menyampaikan penolakan terhadap agenda pembukaan PT Blok Wabu yang dijadwalkan 2 Oktober 2025.
“Kami mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Alam untuk benar-benar mendengar suara rakyat Papua. Tolak PT Blok Wabu!” tegas Tabuni.