BOSDA Bukan Solusi, Pemerintah Provinsi Harus Beri Kepastian 329 GTK

FOKUSMETRO.COM – Aktivis muda Gorontalo, Majid Mustaki, kembali menyuarakan kritik tajam terhadap Pemerintah Provinsi Gorontalo, terutama kepada Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atas polemik status 329 Guru Tenaga Kontrak Non-Database yang hingga kini tidak memperoleh kepastian. Majid menegaskan bahwa isu ini bukan persoalan baru, namun persoalan lama yang tak kunjung dituntaskan, bahkan dibiarkan menggantung tanpa arah.

Majid menanggapi langsung pernyataan resmi Pemerintah Provinsi yang menyebut telah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan nasib para guru tersebut. Menurutnya, pernyataan itu tidak cukup menjawab inti persoalan. Ia mempertanyakan komitmen kedua instansi ini, khususnya sejak Desember 2024, saat isu ketidakjelasan status GTK mulai mencuat secara masif.

“Pertanyaannya sederhana: kemana Dinas Pendidikan dan BKD selama ini?

Mengapa harus menunggu guru turun aksi dulu baru ada pernyataan resmi seolah-olah pemerintah sudah berupaya? Kalau benar diperjuangkan sejak awal, tidak mungkin 329 guru ini masih terombang-ambing sampai hari ini,” tegas Majid.

Ia menyoroti bahwa upaya yang digembar-gemborkan pemerintah, termasuk wacana BOSDA sebagai penyelamat, justru menunjukkan bahwa pemerintah belum memahami akar masalah. Ditegaskannya bahwa BOSDA bukan solusi, karena masalah utamanya bukan soal gaji semata, tetapi kepastian status, yang secara hukum hanya dapat diakui melalui ASN atau PPPK.

“Undang-Undang jelas menyatakan bahwa status tenaga pendidik yang diakui negara hanyalah ASN dan PPPK. Selama 329 guru ini tidak diakomodasi di jalur itu, mereka tetap berada dalam ruang ketidakpastian. BOSDA hanya tambal sulam, bukan jalan keluar,” lanjut Majid.

Ia juga mengecam tindakan Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo yang diduga melakukan intervensi dan intimidasi kepada para guru agar tidak ikut dalam gerakan menuntut hak mereka. Menurut Majid, tindakan seperti itu mencerminkan sikap apatis dan tidak etis dari sebuah instansi yang seharusnya melindungi, bukan membungkam.

“Bagaimana mungkin sebuah institusi pendidikan justru menghalangi perjuangan moral para guru?

Tugas Dinas adalah hadir, mendampingi, memperjuangkan, bukan menakut-nakuti. Ini bentuk kegagalan moral,” kritiknya.

Sebagai aktivis yang turut membersamai aksi para guru honor kemarin, Majid menyaksikan langsung bagaimana para tenaga pendidik harus berjuang di tengah tekanan. Ia menilai Dinas Pendidikan menunjukkan apatisme yang memalukan. “Momentum Hari Guru seharusnya menjadi refleksi dan tolak ukur kepedulian Dinas terhadap nasib mereka, bukan malah memalingkan wajah,” ujarnya.

Di tengah kritiknya terhadap Pemprov dan Dinas Pendidikan, Majid justru memberikan apresiasi besar kepada Wali Kota Gorontalo yang dengan terbuka menerima aspirasi para guru. Sikap tersebut menurutnya menunjukkan bahwa pemimpin daerah dapat bersikap humanis dan responsif tanpa menunggu tekanan publik.

“Sikap Wali Kota patut dihargai. Beliau hadir, mendengarkan, dan membuka ruang dialog tanpa intimidasi. Inilah standar kepemimpinan yang seharusnya dicontoh. Pemerintah provinsi mestinya malu,” ujar Majid.

Di akhir pernyataannya, Majid menegaskan bahwa perjuangan 329 GTK belum selesai. Ia meminta Gubernur Gorontalo untuk turun tangan langsung, mengambil langkah konkret, bukan sekadar memberikan pernyataan normatif.

“Gubernur harus hadir, bukan hanya muncul lewat rilis pers. Ini soal masa depan ratusan keluarga, soal martabat profesi guru, dan soal komitmen negara terhadap pendidikan. Jangan biarkan 329 orang ini terus hidup dalam ketidakpastian,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *